Berbagai dokumen tentang kejayaan bahari Bangsa Indonesia pada masa
lalu, namun dalam perjalanannya kemudian mengalami keredupan.
Setidaknya ada dua sebab terjadinya hal ini, yaitu praktek kebaharian
kolonial Belanda pada masa lalu; dan kebijakan pembangunan bahari pada
masa rezim Orde Baru. Pada masa kolonial Belanda, atau sekitar abad ke
-18, masyarakat Indonesia dibatasi berhubungan dengan laut, misalnya
larangan berdagang selain dengan pihak Belanda, padahal sebelumnya
telah muncul beberapa kerajaan bahari nusantara, seperti
Bugis-Makassar, Sriwijaya, Tarumanegara, dan peletak dasar kebaharian
Ammana Gappa di Sulawesi Selatan. Akibatnya budaya bahari bangsa
Indonesia memasuki masa suram. Kondisi ini kemudian berlanjut dengan
minimnya keberpihakan rezim Orde Baru untuk membangun kembali Indonesia
sebagai bangsa bahari. Akibatnya, dalam era kebangkitan Asia Pasifik,
pelayaran nasional kita kalah bersaing dengan pelayaran asing akibat
kurangnya investasi. Pada era kolonialisme terjadi pengikisan semangat
bahari Bangsa Indonesia yang dilakukan oleh kolonial dengan menggenjot
masyarakat indonesia untuk melakukan aktivitas agraris untuk
kepentingan kolonial dalam perdagangan rempah-rempah ke Eropa.
Mengembalikan semangat bahari itu tidak mudah, diperlukan upaya yang
serius dari semua elemen bangsa.

Sejarah mencatat bahwa kejayaan bahari bangsa Indonesia sudah lahir
sebelum kemerdekaan, hal ini dibuktikan dengan adanya temuan-temuan
situs prasejarah maupun sejarah. Peneuman
situs
prasejarah di gua-gua Pulau Muna, Seram dan Arguni yang dipenuhi oleh
lukisan perahu-perahu layar, menggambarkan bahwa nenek moyang Bangsa
Indonesia merupakan bangsa pelaut, selain itu ditemukannya kesamaan
benda-benda sejarah antara Suku Aborigin di Australia dengan di Jawa
menandakan bahwa nenek moyang kita sudah melakukan hubungan dengan
bangsa lain yang tentunya menggunakan kapal-kapal yang laik layar.
Kerajaan Sriwijaya (683 M – 1030 M) memiliki armada laut yang kuat,
menguasai jalur perdagangan laut dan memungut cukai atas penggunaan
laut. Pengaruhnya meliputi Asia Tenggara yang mana hal ini dikuatkan
oleh catatan sejarah bahwa terdapat hubungan yang erat dengan Kerajaan
Campa yang terletak di antara Camboja dan Laos.
Kerajaan Mataram kuno di Jawa Tengah bersama kerajaan lainnya
seperti Kerajaan Tarumanegara telah membangun Candi Borobudur yang pada
relief dindingnya dapat terlihat gambar perahu layar dengan tiang-tiang
layar yang kokoh dan telah menggunakan layar segi empat yang lebar.
Kejayaan Kerajaan Singosari di bawah kepemimpinan Raja Kertanegara
telah memiliki armada kapal dagang yang mampu mengadakan hubungan
dagang dengan kerajaan-kerajaan lintas laut. Perkembangan Kerajaan
Singosari dipandang sebagai ancaman bagi Kerajaan Tiongkok dimana saat
itu berkuasa Kaisar Khu Bilai Khan. Keinginan untuk menaklukkan
Kerajaan Singosari dilakukan Khu Bilai Khan dengan mengirim kekuatan
armadanya hingga mendarat di Pulau Jawa. Disaat Kertanegara harus
berhadapan dengan kekuatan armada Khu Bilai Khan, Raden Wijaya
memanfaatkan momentum ini untuk membelot melawan Kertanegara dan
mendirikan Kerajaan Majapahit. Kerajaan Majapahit (1293 M – 1478 M)
selanjutnya berkembang menjadi kerajaan maritim besar yang memiliki
pengaruh dan kekuasaan yang luas meliputi wilayah Nusantara. Dengan
kekuatan armada lautnya, Patih Gajah Mada mampu berperang untuk
memperluas wilayah kekuasaan, sekaligus menanamkan pengaruh,
melaksanakan hubungan dagang dan interaksi budaya. Bukti-bukti sejarah
ini tidak bisa dielakkan bahwa kejayaan bahari Bangsa Indonesia sudah
bertumbuh sejak dahulu.
Sudah sepantasnya kita mengoptimalkan Unclos 1982 yang merupakan
peluang terbesar negara kepulauan, namun lemahnya perhatian dan
keberpihakan pemerintah di laut maka beberapa kerugian yang
ditimbulkannya, seperti lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan pada tahun
2002 dengan alasan
“ineffective occupation” atau wilayah yang
diterlantarkan. Posisi strategis Indonesia setidaknya memberikan
manfaat setidaknya dalam tiga aspek, yaitu; alur laut kepulauan bagi
pelayaran internasional (
innocent passage,
transit passage, dan
archipelagic sea lane passage)
berdasarkan ketentuan IMO; luas laut territorial yang dilaksanakan
sejak Deklarasi Djuanda 1957 sampai dengan Unclos 1982 yang mempunyai
sumberdaya kelautan demikian melimpah; dan sumber devisa yang luar
biasa jika dikelola dengan baik. Minimnya keberpihakan kepada sektor
bahari (
maritime policy) salah satunya menyebabkan masih
semrawutnya penataan selat Malaka yang sejatinya menjadi sumber devisa;
hal lainnya adalah pelabuhan dalam negeri belum menjadi
international hub port, ZEE
yang masih terlantar, penamaan dan pengembangan pulau-pulau kecil,
terutama di wilayah perbatasan negara tidak kunjung tuntas, serta makin
maraknya praktik
illegal fishing, illegal drug traficking, illegal people, dan semakin meningkatnya penyelundupan di perairan Indonesia.
Pembangunan nasional bertujuan untuk meningakatkan kesejahteraan
bangsa Indonesia secara menyeluruh dan merata. Seiring dengan tujuan
tersebut maka kemampuan pertahanan dan keamanan harus senantiasa
ditingkatkan agar dapat melindungi dan mengamankan hasil pembangunan
yang telah dicapai. Pemanfaatan potensi sumber daya nasional secara
berlebihan dan tak terkendali dapat merusak atau mempercepat
berkurangnya sumber daya nasional. Pesatnya perkembangan teknologi
dan tuntutan penyediaan kebutuhan sumber daya yang semakin besar
mengakibatkan laut menjadi sangat penting bagi pembangunan nasional.
Oleh karena itu, perubahan orientasi pembangunan nasional Indonesia ke
arah pendekatan bahari merupakan suatu hal yang sangat penting dan
mendesak. Wilayah laut harus dapat dikelola secara profesional dan
proporsional serta senantiasa diarahkan pada kepentingan asasi bangsa
Indonesia di laut. Beberapa fungsi laut yang harusnya menjadi
pertimbangan pemerintah dalam menetapkan kebijakan-kebijakan berbasis
bahari adalah; laut sebagai media pemersatu bangsa, media perhubungan,
media sumberdaya, media pertahanan dan keamanan sebagai negara
kepulauan serta media untuk membangun pengaruh ke seluruh dunia…
JAYA DI LAUT..SEJAHTERA DI DARAT